PAMAN YANG BAIK

Teringat ketika membaca buku yang ukurannya kecil  SETENGAH ISI SETENGAH KOSONG "Half Full -Half Empty".. penulis Parlindungan Marpaung..buku yang luar biasa..dalam buku itu ada cerita yang sangat menarik yang menceritakan Paman Yang Baik.. langsung aza kita dengar ceritanya..

Pada zaman dahulu kala hiduplah seorang duda dengan tiga orang anak yang sudah menginjak dewasa. Dua itu terbilang cukup kaya di desanya. Ia memiliki rumah, tanah, dan 19 ekor kerbau. Suatu saat duda tersebut mengalami sakit keras bahkan tipis harapan untuk sembuh. Merasa ajalnya sudah dekat, sang duda memanggil ketiga anaknya untuk diberi wasiat berupa pembagian harta warisan, terutama kesembilan belas kerbaunya.

Kepada anak sulung, sang ayah berpesan bahwa dia akan memperoleh setengah dari jumlah kerbaunya. Sedangkan anak yang kedua akan memperoleh seperempat dari jumlah kerbau, dan anak bungsu akan memperoleh seperlima dari jumlah kerbau yang duda itu miliki. Tak lama kemudian duda itu pun meninggal.
Setelah bapaknya dimakamkan dan situasi mulai tenang, ketiga ahli waris itu pun mengadakan rapat guna membagi 19 ekor kerbau peninggalan ayahnya tersebut. Kesembilan belas kerbau tersebut dibagikan sesuai dengan amanat almarhum ayahnya, yakni setengah untuk anak sulung, seperempat untuk anak kedua dan seperlima untuk si bungsu. Akan tetapi, mereka baru sadar bahwa hasil pembagian tersebut ternyata tidak utuh. Dari hasil pembagian tersebut, anak sulung menerima setengah dari 19 ekor kerbau. Artinya, menerima sembilan setengah kerbau. Demikian pula dengan anak nomor dua, dia akan menerima empat tiga perempat kerbau. Sedangkan si bungsu akhirnya hanya menerima tiga koma delapan kerbau.
Mereka menjadi bingung, tidak tahu bagaimana cara membagi kerbau-kerbau itu. Dalam kebingungan itulah, ego mereka masing-masing muncul. Semua menginginkan kerbau diterima utuh tanpa ada yang dipotong-potong. Si sulung menuntut lebih, mengingat dia adalah pewaris utama, sementara adik-adiknya yang lain pun tentu tidak mau mengalah.
Tidak jauh dari rumah mereka, sebenarnya tinggal paman mereka yang tergolong miskin. Tidak mempunyai banyak tanah dan hanya memiliki seekor kerbau warisan dari ayahnya dulu. Itu pun sudah sangat kurus dan tidak terawat.
Akibat kehidupannya yang miskin itulah, sang paman hampir tidak perbah diperhatikan oleh keluarga almarhum duda kaya itu, apalagi perhatian dari ketiga keponakannya. Namun demikian, berita mengenai pertentangan ketiga keponakannya dalam membagi sembilan belas kerbau tersebut sampai juga ke telinganya.
Setelah mengetahui titik permasalahannya, dengan hati yang tulus dia berkata kepada ketiga keponakannya itu, ”Ambillah kerbau paman yang satu-satunya ini, mungkin berguna untuk memecahkan masalah kalian bertiga!”
”Wah! Ide yang bagus. Kalau begitu, sekalian saja paman yang membaginya untuk kami. Supaya adil!” sahut si sulung dengan mantap.
Dengan senang hati, sang paman pun bersedia untuk membantu membagi kerbau warisan itu. Ditambah satu kerbau miliknya, jumlah kerbau sekarang menjadi 20 ekor. Sesuai dengan porsi pembagian yang telah diwasiatkan sang ayah, maka si sulung memperoleh sepuluh ekor kerbau (1/2 dari 20), adiknya yang nomor dua mendapatkan lima ekor (1/4 dari 20), dan si bungsu memperoleh empat ekor (1/5 dari 20).
”Apakah kalian puas dan merasa adil dengan apa yang telah kalian terima?” tanya sang paman.
”Sangat puas, Paman!” sahut ketiga keponakannya.
”Sesuai wasiat ayah kalian, sekarang masing-masing sudah mendapat 10, 5, dan 4 ekor kerbau. Jadi total jumlah kerbau yang dibagi ada 19 ekor, sedangkan kerbau yang ada adalah 20 ekor. Berarti ada sisa satu lagi. Nah, yang satu ekor ini paman bawa pulang lagi, ya!” pinta paman mereka dengan tersenyum.

KEINDAHAN hidup dapat kita rasakan mana kala kita ebih banyak memberi dari pada sekedar menerima, dan upaya mengasihi sesama, ketulusan dalam memberi tampaknya memiliki makna tinggi.  terkadang tindakan memberi yang terbaik kepada orang lain terkesan merugikan diri sendiri,namun kebahagian yang diperoleh sebagai dampak dari memberi inilah yang tidak ternilai harganya.
alangkah sayangnya, masih banyak kita jumpai orang-orang yang memiliki harta melimpah namun sangat pelit, tidak mau memberi sedikitpun kepada orang lain. banyak dalih yang sering diungkapkan oleh mereka yang pelit. ironisnya, banyak yang memberikan cara untuk memberi, namun membuka kantog untuk merogoh koceknya ibarat membuka pintu penjara yag terkunci rapat.
hati yang mau memberi dimulai dari hati yang terbuka untuk berempati kepada orang lain. hati yang tergerak untuk berempati kepada orang lain adalah hati yang telah digerakkan oleh ucapan syukur atas apa yang telah mereka terima selama ini dalam kehidupannya, baik itu kesehatan, jabatan, maupun kecukupan lainnya.

0 komentar:

Copyright © 2012 ADDHIYA PIN BROS PALANGKA RAYA.